Jendela Islam : Memilih Teman Setia



Jendela Islam : Memilih Teman Setia [ www.BlogApaAja.com ]
Oleh: Moch Syarif Hidayatullah

Hampir setiap saat selalu ada Abu Bakar di sisi Nabi Muhammad SAW setelah beliau mendeklarasikan diri sebagai utusan Ilahi. Di tengah-tengah masyarakat yang tak bersahabat dan antipati, Abu Bakar membuat Nabi tegar menghadapi tantangan dakwah yang silih berganti.

Gua Tsur adalah saksi bisu bagaimana ia meredam sedih dalam kepungan amuk kejahiliyahan orang-orang Quraisy yang mengejar Nabi (QS. 9: 40). Peristiwa Isra Mikraj juga menjadi bukti kesetiaan seseorang yang percaya sepenuhnya kualitas kejujuran temannya.

Bila Nabi memiliki Abu Bakar, Harun AS adalah teman perjuangan Nabi Musa AS. Dialah yang membantu Musa dalam mengembangkan dan menyebarkan agama Allah. Dengan kefasihan dan kecerdasan bahasa yang dimiliki, ia menutupi masalah artikulasi yang menjadi kendala Musa (QS. 28: 34).

Ia tahu bagaimana menghadapi Firaun dan Bani Israil yang sering membuat emosi Musa tak terkendali. Saat Musa harus mengikuti perintah bermunajat di Thur Sina, Harunlah yang menggantikan Musa untuk mengawasi dan mengendalikan Bani Israil agar tidak berbuat keonaran, kemunkaran, apalagi kemusyrikan. (QS. 20: 29).

Perjuangan memang butuh teman, yang mendukung tanpa batas, yang mengoreksi tanpa risih, dan yang memahami kegundahan tanpa membebani. Teman adalah seseorang yang senantiasa membantu tanpa berharap balas budi, yang berada di depan tanpa takut mati, yang juga siap memberikan waktu, tenaga, pikiran, harta, dan kesetiaan.

Sunnatullahnya, semua makhluk di muka bumi butuh teman. Pepatah Arab menyebut, teman terkadang lebih berguna daripada saudara kandung. Namun, tidak sembarang teman bisa dipercayai. Hanya teman yang bersedia ada di saat susah dan sedih yang patut dijadikan sandaran hati. Karena, saat jaya dan bahagia, teman baik tak bisa diuji. Teman yang hanya mau diajak tertawa bukanlah teman sejati. Saat air mata menetes, teman setia barulah terbukti.

Untuk melihat patokan kualitas teman, nasihat sastrawan Arab klasik, Tharfah bin Al-Abd, patut direnungi. "Jangan bertanya pada seseorang tentang dirinya. Tanyalah temannya tentang siapa dia. Seseorang selalu mengikuti apa yang dilakukan temannya." Ini selaras dengan sabda Nabi. "Orang akan mengikuti kecenderungan dan sikap temannya. Oleh karenanya, perhatikan siapa temanmu." (HR Tirmidzi).

Singkatnya, teman adalah cerminan diri. Para sufi menyebut, ruh kita itu tentara yang berbaris. Barisan yang kita pilih adalah identitas azali kita. Teman mana yang membuat kita nyaman, itu sejatinya diri kita. Karenanya, dalam Islam ditekankan pentingnya memilih teman. Jika salah pilih, tidak hanya jati diri yang hilang, tapi harga diri.

Tanpa disadari, surga dan neraka kita pun, ada andil siapa teman yang kita pilih. Nabi SAW berpesan, "Seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang disukai," (HR Bukhari). Menurut para ulama, pesan Nabi itu berlaku tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.

Follow On Twitter